assalamualaikum

Minggu, 21 Oktober 2012

DOWN SINDROM PENELITIAN

Sindrom Down adalah "suatu kondisi perkembangan yang bercirikan trisomi 21 kromosom manusia" (Nelson 619). Salinan tambahan kromosom-21 mengarah ke atas ekspresi gen tertentu terletak pada kromosom-21.
Penelitian oleh Arron '' et al.'' menunjukkan bahwa beberapa fenotipe yang terkait dengan sindrom Down dapat berhubungan dengan disregulation faktor-faktor transkripsi (596), dan khususnya, NFAT. NFAT dikendalikan sebagian oleh dua protein, DSCR1 dan DYRK1A; ini gen terletak di kromosom-21 (Epstein 582).
Pada orang dengan sindrom Down, protein ini memiliki 1,5 kali lebih konsentrasi daripada normal (Arron '' et al.'' 597). Kenaikan tingkat DSCR1 dan DYRK1A terus NFAT yang terutama terletak di sitoplasmanya daripada dalam inti, mencegah NFATc untuk mengaktifkan transkripsi gen target dan dengan demikian produksi tertentu protein (Epstein 583).
Disregulation ini ditemukan oleh pengujian di dalam embrio tikus yang segmen mereka kromosom digandakan untuk mensimulasikan trisomi 21 kromosom manusia (Arron '' et al.'' 597).
Pengujian melibatkan pegangan kekuatan menunjukkan bahwa tikus genetically modified memiliki pegangan yang secara signifikan lebih lemah, seperti khas miskin otot nada dari seorang individu dengan sindrom Down (Arron '' et al.'' 596).
Tikus diperas pesawat dengan cakar dan ditampilkan newton 2 cengkeraman lemah (Arron '' et al.'' 596). Sindrom Down ini juga ditandai oleh peningkatan sosialisasi. Ketika dimodifikasi dan tidak dimodifikasi tikus diamati untuk interaksi sosial, diubah tikus menunjukkan sebanyak 25% lebih interaksi dibandingkan dengan tikus dimodifikasi (Arron '' et al.'' 596).
Gen yang mungkin bertanggung jawab atas fenotipe yang terkait mungkin terletak proksimal untuk 21q22.3. Pengujian oleh Olson et al. dalam embrio tikus menunjukkan digandakan gen yang diduga menyebabkan fenotipe tidak cukup untuk menyebabkan fitur yang tepat.
Sementara tikus memiliki bagian dari beberapa gen digandakan untuk perkiraan triplication kromosom-21 manusia, mereka hanya menunjukkan sedikit perubahan kelainan (688-690).
Embrio tikus yang dibandingkan dengan tikus yang memiliki tidak ada duplikasi gen mengukur jarak di berbagai titik pada struktur kerangka dan membandingkannya dengan tikus normal (Olson '' et al.'' 687).
Karakteristik tepat sindrom Down tidak diamati, sehingga lebih gen yang terlibat untuk sindrom Down fenotipe harus terletak di tempat lain.
Reeves '' et al.'', menggunakan 250 clones kromosom-21 dan spesifik gen spidol, mampu peta gen dalam bakteri bermutasi. Pengujian memiliki 99.7% cakupan dari gen dengan akurasi 99.9995% karena redudansi beberapa teknik pemetaan. Dalam studi 225 gen diidentifikasikan (311-313).
Mencari gen utama yang mungkin terlibat dalam gejala sindrom Down adalah biasanya di wilayah 21q21–21q22.3. Namun, studi oleh Reeves '' et al.'' menunjukkan bahwa 41% gen pada kromosom-21 memiliki tujuan tidak fungsional, dan hanya 54% gen fungsional memiliki urutan protein yang dikenal.
Fungsi gen ditentukan oleh komputer menggunakan analisis prediksi exon (312). Exon urutan diperoleh dengan prosedur yang sama pemetaan kromosom-21.
Penelitian telah menyebabkan pemahaman bahwa dua gen terletak di kromosom-21, yang kode untuk protein yang mengendalikan gen regulator, DSCR1 dan DYRK1A dapat bertanggung jawab untuk beberapa fenotipe yang terkait dengan sindrom Down. DSCR1 dan DYRK1A tidak dapat disalahkan langsung untuk gejala; ada banyak gen yang memiliki tujuan tidak dikenal.
Lebih banyak penelitian akan diperlukan untuk memproduksi setiap pilihan pengobatan yang sesuai atau etis dapat diterima.
Baru-baru ini penggunaan embrio tikus untuk belajar gen-gen tertentu di daerah kritis sindrom Down telah menghasilkan beberapa hasil. APP adalah amiloid beta A4 pendahulu protein. Diduga memiliki peran utama dalam kesulitan kognitif.
Gen lain, ETS2 adalah burung Erythroblastosis Virus E26 onkogen Homolog 2. Para peneliti telah "menunjukkan bahwa over-expression ETS2 hasil di apoptosis. Embrio tikus over-expressing ETS2 mengembangkan Timus kecil dan limfosit kelainan, mirip dengan fitur yang diamati di Down syndrome."

Minggu, 14 Oktober 2012

Anak Berkebutuhan Khusus Meningkat

JAKARTA - Anak berkebutuhan khusus (ABK) diyakini mengalami peningkatan. Saat ini, menurut pemerhati anak, Dr Seto Mulyadi, penyandang ABK di Indonesia diperkirakan satu dari 250 kelahiran.Di Australia, lanjut Seto, peningkatannya lebih tinggi lagi. "Perbandingannya satu dari 50 kelahiran," tuturnya dalam acara launching Au-tism Care Indonesia (ACI) di Citywalk Function Hall, Sudirman, Jakarta, Sabtu (3/4).

Launching ACI ini, dalam pandangan Seto, adalah momen yang tepat sebagai blue print arah dunia pendidikan ABK. Dia mengakui, bagi orang tua, hal yang berat adalah menerima diagnosis anaknya menyandang ABK. Namun, yang paling penting, menurut dia, ABK bisa diterapi.Seto mengatakan, dalam menerapi ABK, perlu kerja sama intersektoral, lalu memberdayakan orang tua dan ABK itu sendiri. Dalam hal ini, ABK bukan hanya dilihat sebagai objek yang dilayani, tapi juga perlu diberdayakan. "Banyak ABK yang cerdas, tapi tak berkembang karena masalah komunikasi. Jadi, melatih komunikasi ABK sangat penting untuk tugas para orang tua," tuturnya.

Meningkatnya populasi ABK di Indonesia dinilai tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lembaga pendidikan yang menanganinya. Lembaga semacam ini dianggap masih minim.Kenyataan inilah yang mendasari Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI)- sebuah lembaga yang didirikan dari keluarga yang mempunyai ABK-meluncurkan Autism Care Indonesia (ACI). Ini adalah sebuah program yang membantu memberikan terapi secara gratis kepada ABK untuk keluarga tidak mampu.

Program yang selaras dengan peringatan Hari Autis Sedunia itu menyedot perhatian kurang lebih seribu peserta. Mereka berasal dari klinik tumbuh kembang, orang tua anak ABK, perwakilah dari sekolah-sekolah inklusi, dan beberapa lembaga terkait lainnya.Ketua YCHI, Zulfikar Alimuddin, mengatakan, orang tua dari keluarga mampu pun sulit merawat anak yang diberi kelebihan khusus dari Allah. Dia mengungkapkan, ide membuat acara ini sudah ada sejak 18 bulan yang lalu. Kemudian, sekitar April-Mei 2009, didirikan YCHI. Program ini dibuat untuk membantu ABK secara berkelanjutan.

Awalnya, kata dia, banyak orang yang meragukan niat ini karena bantuan kepada ABK gratis. Ada yang bertanya, bagaimana caranya? "Tapi, kita yakin bahwa yang kita lakukan ini tujuannya baik. Jika dilakukan dengan cara yang baik, Allah pasti membantu," ujarnya.Zulfikar mengatakan, tugas ke depan yayasan ini akan berat karena merupakan organisasi nonprofit. Namun, dia tetap optimis mengadvokasi, memberikan informasi, dan melakukan aksi sosial terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan anak berkebutuhan khusus.Dia juga yakin akan menjalankan organisasi ini sehingga menjadi kredibel.cO6. ed burhan

sumber ; http://bataviase.co.id/node/155902

Jumat, 12 Oktober 2012

PRINSIP DASAR TEORI ELLEN

Prinsip Dasar Terapi Ellen
(Terapi terpadu = terapi mendengar + terapi wicara)
1. Mendengar melalui telinga yang dibantu ABD, bukan karena melihat gerakan tangan atau gerakan mulut.
2. Keterbatasan si anak dalam merespon pembicaraan kita adalah karena belum mengerti kata/kalimat yang didengar (keterbatasan kosa kata, karena baru mulai mendengar selama 2 tahun), sehingga perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan. Tetapi bantuan inipun sifatnya hanya sesaat dalam rangka memasok kata baru, setelah kata tersebut dimengerti, bantuan visual dihilangkan.
3. Karena itu yang penting adalah memasok kosa kata ke telinga Ellen, tanpa menuntut dia segera/langsung dapat mengerti apalagi mengucapkan. John Tracy Clinic menuliskan: untuk dapat mengerti suatu kata si anak harus mendengar 100 kali, untuk dapat mengucapkan ia harus mendengar 1000 kali. Jadi sejak Ellen memakai ABD kami konsentrasi memasok dan memasok kata ke telinganya (saat bercakap-cakap normal, maupun saat spesifik mengajarkan kata-kata baru).
4. Teknik berbicara adalah dengan volume suara normal di dekat telinganya. Hal ini bertujuan agar suluruh konsonan dapat ditangkap. Bicara pada jarak yang lebih jauh dengan suara keras (berteriak) menyebabkan yang ditangkap hanya vokal saja.
5. Kami telah menerapkan point 1-4 selama 1 tahun dan telah terbukti menunjukkan hasil yang baik. Pada akhir tahun pertama, dia baru memiliki bahasa reseptif (paham beberapa kata yang kami ucapkan tanpa dia melihat gerak bibir, tapi dia belum bisa mengucapkannya), lalu setelah itu mulai muncul kata-kata pertamanya (walau pengucapan tidak sempurna, tetapi konsisten), dan langsung disusul dengan kata-kata berikutnya. Metode ini biasa disebut teknik auditory verbal. Ini yang kami terapkan…
6. Kendala yang muncul adalah pengucapan yang masih sangat lemah, karena itulah atas saran John Tracy Clinic kemudian Ellen dibantu terapi wicara (di suatu RS). Terapis wicara membantu membentuk pengucapan Ellen dengan teknik terapi wicara terhadap kata-kata yang sudah dimengerti Ellen tetapi belum bagus pengucapannya. Walaupun hanya 4 bulan (terpaksa quit karena tidak tertampung jadwal baru mereka yang hanya pagi–siang), pola ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Metode auditory verbal + terapi wicara ini biasa disebut auditory oral. Ini yang kami lanjut-terapkan saat ini (dengan bantuan terapis wicara di sekolah).
Catatan:
- Penelitian modern menyatakan hampir semua anak tuna rungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea).
- Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar & gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal. (by: mama Ellen, edited by papa Ellen)